KETIDAKPASTIAN BISNIS SAAT COVID-19, SEEKING TALENTS FROM VUCA
Author : Dr.Agus Rizal,S.T,M.Sc,M.Si,M.M
Saat ini banyak korporasi yang tengah merestrukturisasi organisasi atau mentransformasikan organisasinya untuk beradaptasi dengan dinamisme bisnis yang disebabkan badainya COVID-19 yang menciptakan VUCA (Volatility, Uncertainly, Complexity dan Ambiguity).
Istilah VUCA sudah saya perkenalkan dalam artikel saya sebelumnya dalam judul "Mengenal Ketidakpastian Bisnis Saat Covid-19", yang mana era VUCA menjadi tidak terprediksi dan sangat dinamis. Era VUCA memaksakan korporasi menjadi mature baik perusahaan lama maupun baru. Sehingga restruktur organisasi tidak terhindarkan, misalnya berbagai posisi direktur mulai diperlukan, seperti ; Chief Technology Officer (CTO) untuk merangsang pembentukan teknologi ; Chief Human Resources Officer (CHRO) untuk melihat kinerja karyawan, menganalisa perilaku organisasi agar tercipta produktivitas karyawan maksimal; Chief Analysis Officer yang bertanggungjawab pada data dan menginterpretasikan kedalam strategi perusahaan; Chief Customer/Experience yang selalu "mendengar" dari sisi konsumen.
Namun hal tersebut bukan hanya didasari dari financial statement saja, namun harus menggali dari hambatan organisasi untuk tumbuh. Apakah sebenarnya perusahaan tersebut dalam fase pertumbuhan? ataukan dalam fase mature dan stagnasi? tentunya ini membutuhkan kepemimpinan perusahaan yang berbeda pula dimasing-masing fasenya. Dalam hal ini saya akan menyajikan tiga jenis perubahan organisasi ketika akan menempatkan seseorang dalam suatu jabatan atau menciptakan jabatan baru.
1. From Functional Expertise to Emotional Motivation
Pada perubahan ini saya ambil kasus Microsoft, perusahaan Microsoft telah memiliki inovasi lebih dari 20 tahun, sehingga terlalu nyaman dan stagnan. Mereka diserang dengan perusahaan teknologi yang baru dijamannya seperti Apple,Inc dan Google. Apa yang dilakukan oleh Microsoft? Mereka mengganti CEO yang sebelumnya dijabat oleh Steve Balmer dengan CEO yang baru yaitu Satya Nadella. Ketika Satya diangkat menjadi CEO yang baru, dia tidak menganut misi pendahulunya. Jika Bill Gates, pendirinya, memiliki misi "Microsoft in every computer", Satya lebih memfokuskan pada "Empowerment" sebagai tema misinya. Satya memfokuskan pada penciptaan budaya perusahaan, bukan pada inovasi teknologi yang dapat mengeluarkan produk terbaik (functional expertise). Satya melakukan kolaborasi dengan pesaingnya, bersinergi dengan pesaingnya dalam produk windows dan microsoft office.
Dari pengalaman dari microsoft, ketika pertumbuhan perusahaan Anda mengalami stagnasi, yang ada dalam benak Anda adalah jangan-jangan karyawan sudah terlalu nyaman dengan business-as-usual. Seperti yang Satya lakukan, Anda dapat mengganti budaya perusahaaan dengan mencari seseorang leader yang tidak terlalu kuat di hard skill namun sangat kompeten di soft skill. Hasilnya, microsoft dibawah kepemimpinan Satya, berhasil membuat market value meningkat tajam, dengan harga saham lebih tinggi dari masa jabatan Bill Gates.
2. From High Growth to Consistency Growth
Pada perubahan ini, biasa terjadi pada perusahaan yang tumbuh secara konsisten di angka yang sama. Hal yang perlu dilakukan adalah tumbuh secara ekponensial. Untuk mencapai triple digit-100% per tahun, seorang leader berjiwa enterperneurial sangat dibutuhkan. Dalam hal ini posisi direktur Chief Technology Officer (CTO) Anda butuhkan. Namun yang perlu diingat Anda harus memberinya ruang gerak untuk berinovasi.
Saya ambil contoh google yang terus memotivasi karyawannya untuk berinovasi setiap minggunya. Dalam lima hari kerja selama seminggu, satu hari dibebaskan untuk mengerjakan personal project yang intinya untuk mendukung motivasi untuk berinovasi.
3. From Inward-looking to Outward-looking
Pada perubahan yang terakhir ini, biasanya terjadi pada perusahaan trading atau distribusi atau yang seringkali pada perusahaan yang menganut paham product-orientation. Agar dapat tumbuh harus ada jabatan yang men-challange gaya kerja dan berpikir dari sisi eksternal (customer-orientation). Mulailah mencari SDM yang dapat mengumpulkan data konsumen, yang dapat berempati dan menempatkan diri dari sisi konsumen. Seperti halnya Samsung vs Apple, Samsung memiliki banyak fitur dalam produk yang dihasilkannya merupakan bentuk inovasi kecil yang kadang tidak bisa diapresiasi oleh konsumennya. Disisi lain Apple, menciptakan produk yang semakin mempermudah hidup penggunanya.
Dengan tiga perubahan diatas dapat menjadi insiprasi perusahaan dalam merestrukturiasasi organisasinya, hal yang utama adalah kenali perusahaan Anda terhadap fase pertumbuhan bisnis. Kami Multi Pena Utama berpengalaman menangani perusahaan dari segi bisnis, keuangan dan Sumber Daya Manusia.
Untuk informasi dan diskusi selanjutnya dapat menghubungi email Kami di multipenautama@gmail.com.
No comments:
Post a Comment